Kamis, 06 Desember 2012

tugas 6 (materi perubahan sosial)

A. PERUBAHAN SOSIAL
1. Definisi Perubahan Sosial
Perubahan sosial secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih bermartabat.
Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam hidupnya dapat dipastikan akan mengalami apa yang dinamakan dengan perubahan-perubahan. Adanya perubahan-perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu perbanding­an dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang lampau. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam masyarakat,pada dasarnya merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap masyarakat pada kenyataannya akan mengalami perubahan-peru­bahan.
Tetapi perubahan yang terjadi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama. Hal ini dikarenakan adanya suatu masyarakat yang meng­alami perubahan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan-perubahan yang tidak menonjol atau tidak menampakkan adanya suatu perubahan. Juga terdapat adanya perubahan-perubahan yang memiliki pengaruh luas maupun terbatas. Di samping itu ada juga perubahan-perubahan yang prosesnya lambat, dan perubahan yang berlangsung dengan cepat.
Definisi dan pengertian tentang perubahan sosial menurut para ahli diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kingsley Davis : perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat
2. William F. Ogburn : perubahan sosial adalah perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial yang menekankan adanya pengaruh besar dari unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsur-unsur immaterial.
3. Mac Iver : perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
4. Gillin dan Gillin : perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi sebagai suatu variasi dari cara hidup yang telah diterima karena adanya perubahan kondisi geografi, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya difusiatau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
5. Samuel Koenig : perubahan sosial menunjuk pada modifikasi yang terjadi dalam pola kehidupan manusia karena sebab intern dan ekstern
6. Selo Soemarjan : Segala perubahan pada lembaga – lemabaga kemasyrakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai – nilai, sikap – sikap dan pola – pola perikelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat
2. Teori – Teori Perubahan Sosial
Menurut Lauer ada dua teori utama perubahan sosial:
a. Teori Siklus
Teori siklus melihat perubahan merupakan sesuatu yang berulang – ulang, tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke titik tertentu. Tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas antara pola hidup primitif, tradisional dan modern tidak jelas
Menurut beberapa ahli:
Oswald Spengler, Jerman (1880 –1936) : setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran, pertumbuhan dan keruntuhan
Pitirim Sorokin: semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem kebudayaan (kebudayaan ideasional, idealistis dan sensasi) yang berputar tanpa akhir.
Arnold Toynbee: sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan, namun setiap peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahan untuk mencapai peradaban yang lebih tinggi
Ibnu Kaldun: perubahan msayarakat diwarnai dengan pertumbuhan dan penaklukan kebudayaan. Hal ini akibat konflik antara orang menetap dan orang nomaden
b. Teori Linier atau Teori Perkembangan
Perubahan sosial budaya bersifat linier atau berkembang menuju titik tertentu, dapat direncanakan atau diarahkan
Beberapa tokoh sosiologi mengemukakan tentang teori linier yaitu: 
Emile Durkheim: Masyarakat berkembang dari solidaritas mekanik ke solidaritas organic
Max Weber : Masyarakat berubah secara linier dari masyarakat yang diliputi oleh pemikiran mistik dan penuh tahayul menuju masyarakat yang rasional
Herbert Spencer : mengembangkan teori Darwin, bahwa orang – orang yang cakap yang akan memenangkan perjuangan hidup
Ketiga tokoh diatas menggambarkan bahwa setiap masyarakat berkembang melaui tahapan yang pasti
Teori Linier dibedakan menjadi:
f. Teori evolusi
Perubahan sosial budaya berlangsung sangat lambat dalam jangka waktu lama. Perubahan sosial budaya dari masyarakat primitif, tardisional dan bersahaja menuju masyarakat modern yang kompleks dan maju secara bertahap
Comte mengemukakan perkembangan masyarakat mengikuti perkembangan cara berfikir masyarakat tersebut yaitu tahap teologi (khayalan), tahap metafisis (abstraksi) dan tahap ilmiah (positif)
Sedangkan Lenski berpendapat bahwa masyarakat berubah dari pra industri, industri dan pasca industri
Beberapa teori Evolusi 
a) Teori Evolusi Unilinear
Masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan tertentu, berawal dari bentuk sederhana, komplek hingga sempurna. Tokohnya antara lain, Comte, Spencer. Suatu Variasi dari teori ini adalah Cylical theories dari Vilfredo Pareto
b) Teori Evolusi Universal
Perkembangan masyarakat tidaklah perlu melalui tahapan tertentu tetapi mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Misal dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen sifat dan susunannya (Herbert Spencer)
c) Teori Evolusi Multilinear
Teori ini menekankan penelitian terhadap tahap perkembangan yang tertentu dalam evolusi masyarakat, misal penelitian pengaruh sistem perubahan sistem mata pencaharian dari berburu ke sistem pertanian atau terhadap sistem kekeluargaan dalam masyarakat yang bersangkutan 
g. Teori Revolusi
Perubahan sosial menurut teori revolusi adalah perubahan sosial budaya berlangsung secara drastic atau cepat yang mengarah pada sendi utama kehidupan masyarakat (termasuk kembaga kemasyarakatan)
Karl Marx berpendapat bahwa masyarakat berkembang secara linier dan bersifat revolusioner, dari yang bercorak feodal lalu berubah revolusioner menjadi masyarakat kapitalis kemudian berubah menjadi masyarakat sosialis – komunis yang merupakan puncak perkembangan masyarakat
Suatu revolusi dapat berlangsung dengan didahului suatu pemberontakan (revolt rebellion). Adapun syarat revolusi adalah :
1. Ada keinginan umum mengadakan suatu perubahan
2. adanya kelompok yang dianggap mampu memimpin masyarakat
3. pemimpin harus mampu manampung keinginan masyarakat
4. pemimpin menunjukkan suatu tujuan yang konkret dan dapat dilihat masyarakat
5. adanya momentum untuk revolusi
B. BENTUK-BENTUK PERUBAHAN
1. Perubahan secara cepat dan lambat
Secara cepat dinamakan revolusi, misal, Proklamasi kemerdekaan RI, Revolusi Industri di Inggris, Revolusi Sosial di Prancis, Revolusi Amerika
Secara lambat disebut evolusi, misal perubahan semangat kegotongroyongan yang mulai luntur, perubahan pola hidup dari masyarakat nomaden kemudian menetap 
2. Perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan
Perubahan yang direncanakan merupakan bentuk perubahan yang diproses melalui program atau rencana tertentu agar menghasilkan suatu perubahan tertentu pula, misal Program NKKBS, Wajar ( wajib belajar 9 tahun). Perubahan yang direncanakan ke arah kemajuan (progress) dapat disebut pembangunan. Adapaun perubahan yang tidak direncanakan umumnya terjadi karena diluar kehendak masyarakat, misal perang, bencana alam. Biasanya mengarah ke kemunduran (regress)
3. Perubahan yang berpengaruh luas dan tidak berpengaruh luas
Perubahan berpengaruh luas adalah perubahan yang mendasar sehingga dampaknya mempengaruhi segala sendi kehidupan, kadang mengubah struktur masyarakat. Misal proses industrialisasi pada masyarakat agraris, masuknya listrik ke daerah terisolir
Perubahan tidak berpengaruh luas hanya terbatas pada lingkungan tertentu saja, tidak mengubah struktur masyarakat. Misal, perubahan mode pakaian kalangan remaja
Adapun pola – pola yang sering tampak pada perubahan sosial budaya adalah :
a. Perubahan komulatif, yaitu gangguan keseimbangan yang berulang-ulang sehingga menghasilkan perubahan-perubahan baru, baik yang bersifat progress maupun regress, misal adanya penemuan baru, atau bencana alam yang terus menerus
b. Berubahan bergelombang, yaitu gangguan keseimbangan dalam masyarakat yang selalu timbul kembali, tetapi selau terjadi keseimbangan, misal perubahan model pakaian, pergantian sistem politik dan pendidikan, gerak konjungtur dalam proses ekonomi
c. Gangguan keseimbangan yang hanya sekali terjadi, misalnya, terjadinya gerakan reformasi yang telah menggantikan pemerintahan orde baru menjadi orde reformasi
C. PROSES PERUBAHAN SOSIAL
1. Faktor Penyebab Internal dan Eksternal Perubahan Sosial
Perubahan sosial yang bersumber dari dalam masyarakat dapat terjadi melalui proses akumulasi.. Menurut Soerjono Soekanto factor internal tersebut adalah:
1. bertambah atau berkurangnya penduduk
2. penemuan – penemuan baru (inovasi) baik discovery maupun invention
hal ini karena:
a) kesadaran individu- individu akan kekurangan dalam kebudayaannya
b) kualitas ahli- ahli dalam suatu kebudayaan
c) perangsang bagi aktivitas – aktivitas penciptaan dalam masyarakat
Pengaruh dari penemuan baru tersebut dapat bersifat memancar, menjalar maupun beberapa penemuan baru mengakibatkan satu jenis perubahan.
3. Konflik dalam masyarakat
4. Terjadi pemberontakan atau revolusi
Discovery adalah penemuan kebudayaan atau sesuatu yang baru dalam masyarakat, baik berupa alat atau ide/gagasan. Jika discovery diakui dan telah diterima bahkan sudah diterapkan maka akan menjadi invention. Invention adalah proses dimana suatu unsur baru dihasilkan dengan mengkombinasi atau menyusun kembali unsur-unsur lama yang telah ada dalam masyarakat. Kemudian penemuan baru tersebut dapat menyebar (berakibat ke banyak segi kehidupan), menjalar (mengakibatkan perubahan pada bidang yang lain) atau beberapa penemuan baru dapat mengakibatkan timbulnya satu jenis perubahan.
Faktor dari dalam selain hal tersebut diatas juga terdapat faktor internal lain:
1. perpecahan dari masyarakat tersebut
2. individu yang kreatif yang memiliki inisiatif baru
3. munculnya kelompok sosial yang inovatif dan kreatif
4. pemimpin yang progresif
Adapun menurut Soerjono Soekanto faktor eksternal (diluar masyarakat tersebut) penyebab perubahan sosial adalah :
1. sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik, misal gempa bumi, bencana alam
2. peperangan
3. Pengaruh kebudayaan lain, yaitu melalui difusi, akulturasi dan asimilasi. Adapun yang termasuk proses akulturasi adalah;
- Subtitusi yaitu unsur kebudayaan lama diganti dengan unsur kebudayaan baru yang lebih berdaya guna
- Sinkretisme, yaitu unsur budaya lama bercampur dengan budaya baru sehingga membentuk sistem baru
- Adisi, yaitu adanya unsur budaya baru yang ditambahkan kepada unsur lama yang masih berlaku
- Dekulturisasi, yaitu adanya unsur budaya lama yang hilang
- Originasi, yaitu masuknya unsur – unsur budaya yang sama sekali baru sehingga membawa perubahan yang sangat besar 
Faktor Pendorong Perubahan Sosial
1. Kontak dengan kebudayaan lain 
- difusi intra masyarakat
- difusi antar masyarakat
2. Sistem pendidikan formal yang maju
3. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginanuntuk maju
4. Toleransi terhadap perbuatan yang menyimpang dan bukan merupakan delik
5. Sistem lapisan masyarakat terbuka
6. Penduduk yang heterogen
7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang –bidang kehidupan tertentu
8. Oreintasi ke masa depan
9. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya 
Faktor Penghambat Perubahan Sosial
1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
3. Sikap masyarakat yang sangat tradisional
4. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest
5. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
6. Prasangka terhadap hal-hal yang baru atau asing atau sikap tertutup
7. Hambatan –hambatan yang bersifat ideologis
8. Adat atau kebiasaan 
9. Nilai bahwa hidup ini pada hakekatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki
2. Penyesuaian Masyarakat terhadap Perubahan
Adanya unsur – unsur baru dalam masyarakat dapat mengakibatkan gangguan terhadap keserasian masyarakat. Apabila ketidakserasian dapat dipulihkan kembali maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian (adjustment). Bila sebaliknya maka dinamakan ketidaksesuaian sosial (maladjustment). Saluran – saluran perubahan sosial dan budaya (avenue or channel of change) merupakan saluran-saluran yang dilalui oleh proses perubahan. Umumnya saluran tersebut adalah lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam bidang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, agama, rekreasi dan lain-lan
3. Dampak Perubahan Sosial
a. Dampak Positif
Dampak positif perubahan sosial adalah munculnya penyesuaian atau akomodasi. Adanya penyesuaian memungkinkan dicapainya tahap perkembangan sosial baru yang yang lebih maju dan lebih baik dari keadaan sebelumnya. Proses tersebut dapat dicapai melalui reorganisasi atau reintegrasi yaitu proses pembentukan norma – norma dan nilai-nilai baru agar serasi dengan lembaga – lembaga kemasyarakatan yang telah mengalami perubahan
b. Dampak Negatif 
Dampak negatif dari perubahan sosial adalah disintegrasi atau disorganisasi.
Kondisi tersebut meliputi hal sebagai berikut:
a. adanya disorientasi nilai dan norma. Oleh R.K. Merton disebut anomie
b. munculnya konflik sosial dan horizontal
c. tidak berfungsinya secara optimal berbagai pranata sosial yang ada
d. terjadinya berbagai bentuk kerusakan lingkungan dan bencana pencemaran
e. munculnya krisis multidimensi
Adapun bentuk-bentuk disintegrasi sebagai dampak perubahan sosial adalah:
1) Kriminalitas
2) Pergolakan daerah dan separatisme
3) Aksi protes (demonstrasi)
4) Kenakalan remaja
5) Prostitusi

Selasa, 04 Desember 2012

tugas 5 (artikel realitas sosial)

Tawuran Pelajar : Menyibak Ruang yang Terlupakan.

02 Oktober 2012 11:12 WIB (Dibaca : 1202)
Oleh : Danik Eka Rahmaningtiyas
Pengantar
Apa yang terlintas dalam pikiran kita saat melihat korban berjatuhan akibat tawuran pelajar? Miris, takut, sedih, bahkan mengecam atau malah bangga bahwa wujud dari “jagoan”nya kita. “Tawuran” dan “Pelajar” adalah dua diksi yang berbeda tentunya jika disandingkan akan memunculkan artikulasi yang kontroversif.
Tawuran sebagai suatu bentuk perilaku agresi baik yang dilakukan oleh dindividu atau kelompok. Dalam ilmu psikologi dan sosial agresi merujuk pada perilaku yang bertujuan membuat objeknya mengalami bahaya atau tersakiti baik secara verbal maupun non-verbal. Myers (1985) mengatakan bahwa tingkah laku agresif adalah tingkah laku fisik atau verbal untuk melukai orang lain. Sedangkan menurut Berkowitz (1987), agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang mempunyai niat tertentu untuk melukai secara fisik atau psikologis pada diri orang lain. Jadi, tawuran sebagai bentuk perilaku yang memiliki konotasi negatif dan merugikan orang lain.
Sementara itu pelajar sebagai orang yang sedang dalam proses belajar; mencari ilmu dengan menggunakan potensi akal dan hati nurani (dimensi kebenaran) dalam rangka mencapai proses pendewasaan diri. Sehingga jika diksi “tawuran” dan “pelajar” disandingkan menjadi sebuah istilah yang kontroversif, karena ada salah satu diksi yang tidak berjalan sesuai tugas dan fungsinya. Misal “pelajar” ada peran atau elemen pendukung lainnya yang tidak tuntas dalam proses dalam internalisasi makna tersebut.
  • Menurut Moyer (1968), dalam sudut pandang biologis-evolusi ada tujuh bentuk agresi yakni :
  • Agresi pemangsa : serangan terhadap mangsa oleh pemangsa. Misal : kaum borjuis kepada kaum proletar, dsb.
  • Agresi antar jantan : kompetisi antar sesama spesies dan jenis yang sama. Misal : perebutan betina, dsb.
  • Agresi akibat takut : agresi yang dihubungkan dengan upaya menghindari ancaman. Misal : istri membunuh suami karena terlalu sering disiksa dan disakiti.
  • Agresi teritorial : mempertahankan suatu daerah teritorial dari penyusup, kadang juga bisa terjangkit pada kelopok esktrimis. Misal : para pejuang kemerdekaan.
  • Agresi maternal : agresi perempuan/betina untuk melindungi anaknya dari ancaman (agresi biologis/natural)
  • Agresi paternal : agresi laku-laki/ayah untuk melindungi keluarganya.
  • Agresi instrumental : agresi yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan. Agresi ini dianggap sebagai respon yang dipelajari terhadap suatu situasi.
Jadi secara biologis dan evolutif (nature) manusia memiliki kecenderungan berperilaku agresi, namun ada faktor penguat seperti proses belajar dan lingkungan (nuture factor). Selain itu menurut Sigmund Freud, sejak lahir individu membawa dua insting yakni insting hidup (eros) dan insting mati (thanatos) yang harus diseimbangkan untuk stabilisasi mental yang menghasilkan pilihan sikap yang bijaksana. Agresi sebagai sebuah derivasi[1] dari insting mati (thanatos) saat  id (nafsu/dorongan untuk memenuhi kebutuhan naluriah), ego (unsur kepribadian yang bertanggungjawab memenuhi dorongan id dengan realitas melalui pikiran sadar) dan super-ego (unsur kepribadian yang menampung segala standart nilai dan norma) tidak mampu melakukan kendali dalam mengkaji dorongan individual tersebut. Insting mati (thanatos) yang bersifat nature ini akan mampu berkembang pesat, diantaranya disebabkan oleh :
Proses belajar sosial
Proses belajar (learning) terjadi sejak individu lahir hingga dewasa, dengan melakukan input beragam informasi hingga menghasilkan pola tertentu. Menurut Bandura dalam learning social theory, individu belajar melalui proses pengamatan (observation) lalu meniru dan melakukan identifikasi. Seperti eksperimen bobo-doll yang dilakukan bandura, bagaimana seorang anak meniru orang dewasa melakukan agresi dengan memukul-mukul bonekanya. Karena anak melakukan transformasi sebagai representasi dari pengalaman proses pengamatannya. Bandura mengembangkan model deterministic resipkoral yang terdiri dari perilaku, person/kognitif dan lingkungan. Menurut bandura proses mengamati dan meniru orang lain merupakan tindakan hasil belajar. Teori yang dikemukakan bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan.
 
Penilaian kognitif
Informasi yang diterima dari luar membentuk suatu kode-kode kognitif yang menjadi suatu paradigma terhadap objek/fenomena tertentu. Maka akan terjadi proses identifikasi. Words don’t mean; people mean (Rakhmat, 2008). Menurut Gadne, bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interaksi kondisi internal dan kondisi eksternal. Kondisi internal adalah keadaan dalam individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu, sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Maka kematangan proses berfikir dengan terbentuknya konsep diri yang kokh menjadi pijakan bagaimana individu mampu melakukan penterjemahan terhadap fenomena/objek (words don’t mean but people mean).
 
Kesempatan, ruang dan waktu menjadi fasilitas luar biasa dalam proses belajar sosial. Dalam teori belajar pavlovian, stimulus yang diberikan berulang kali bisa diasosiasikan sebagai sesuatu (sistem instruksi) yang dibentuk oleh stimulus itu untuk melakukan sesuatu. Sementara dalam teori belajar skinner, manusia cenderung memilih sesuatu yang nyaman, menyenangkan dan tidak menyakitkan. Kesempatan, ruang dan waktu mampu menjadi reinforcement (penguat) individu untuk melakukan sesuatu.
 
 
 
Frustasi
Menurut Dollar dan Miler agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi. Frustasi terjadi apabila suatu harapan yang diinginkan tidak tercapai atau kenyataan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dalam mencapai harapan itu pun bila terjadi hambatan yang berat juga bisa membuat individu mengalami frustasi. Lalu devend-mekanism bisa berupa aktifitas-aktifitas destruktif.
 
Tawuran Pelajar : Suatu Realitas yang Beralasan
Kasus tawuran pelajar SMAN 70 dan SMAN 6 cukup menggemparkan publik, saat media mengangkat dan banyak stakeholder negeri ini angkat bicara bahkan hingga respon yang sangat reaktif. Bukankah hampir tiap hari selalu ada saja tawuran pelajar dari yang kecil hingga tawuran massal yang melibatkan banyak geng hingga sekolah. Lalu kemana saja perhatian kita selama ini apakah terlepas begitu saja?
Beragam respon bermunculan dalam menyikapi isu ini, saling menyalahkan dan menuduh sebagai pihak yang bertanggungjawab dan harus mendapat sanksi hingga label “dosa”. Beberapa pihak menganggap ini murni kesalahan habit pelajar yang sudah tidak terkendali, ada pula yang mengatakan lemahnya pengawasan keluarga dan sekolah, lebih parah lagi sistem pendidikan yang kurang memperhatikan masalah agama dan moral sehingga perlu ditambah jam mata pelajaran agama dan moral.
Namun apakah juga bijaksana saat kita menyalahkan pelajar “pelaku tawuran” tersebut? Dalam kasus apapun, cobalah sedikit menanggalkan egoisme kita dengan tidak melihat kasus dari prespektif pemerhati saja (outside actors). Tetapi mencoba membangun empati dengan menggali dari prespektif pelaku. Bukan justifikasi salah-benar, tapi mencari tahu mengapa hal tersebut sampai dilakukan.
Jika kita lihat dari kajian teoritis yang dipaparkan diatas, serta mencoba mengenal karakter pelajar (dalam rentang usia remaja) yang memiliki karakteristik semangat dan ego yang tinggi, memerlukan pengakuan publik, ingin mencoba, serta andrenalin pembuktian tantangan yang besar. Harusnya pihak-pihak pemerhati mencoba menempatkan dirinya pada posisi pelajar dengan benturan realitas kehidupan yang beragam.
Tak dapat dipungkiri kita perlu mengetahui proses belajar sosial mulai dari keluarga, sekolah hingga lingkungan bermain. Beban hidup yang berat seperti masalah keluarga, kedisiplinan yang berlebihan, pola pendidikan yang otoriter, beban belajar/pendidikan, persaingan label sosial, dll. Sementara media dan lingkungan membombardir dengan contoh tindaka/sikap yang merujuk pada dekadansi moral, agresifitas para pejabat publik dalam kerangka berfikir pragmatis, saling mencela dan menjatuhkan, korupsi, pembohongan publik, serta masalah-masalah sosial lainnya yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Belum lagi pelabelan anak nakal, anak bodoh, sampah masyarakat, anak jalanan, preman, dll, semakin memacu adrenalin jiwa andolesen mereka (baca : pelajar) untuk membuktikan bahwa mereka bukan manusia kelas kesekian yang juga perlu diperhatikan dan pengakuan publik.
Tawuran pelajar sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenille delinguency), merupakan bentuk replacement (pemindahan) ataupun devent-mekanism dari protes sosial baik disadari atau pun tidak disadari dalam alam pikirannya. Otomatis di dalam proses kognitif individu maupun kelompok sosial tersebut ada proses yang harus dibenahi, bukan semata-mata menyalahkan pelajar dengan memberi label negatif.
Dengan demikian bukan berarti kita memaklumi kasus-kasus juvenille delenguency, ada upaya komprehensif dengan menyadari peran dari masing-masing unsur yang tidak berjalan dengan baik. Juga tidak elok apabila kita membiarkan tanpa memberikan sanksi apapun, sanksi tetap harus ditegakkan sebagai proses pembelajaran sosial bukan hanya untuk pelaku namun juga pelajar yang lainnya. Dengan adanya sanksi bukan berati mengkebiri latar-belakang pilihan sikap/perilaku yang dipilih. Kasus seperti ini merupakan hal sensitif yang harus diselesaikan dengan memahami masalah dari beragam sudut pandang, bukan shock lalu menanggapi dengan reaktif pula. Beberapa hal yang harusnya menjadi evaluasi bersama, yakni :
Mengembalikan peran seluruh stake-holder sesuai dengan tugas peran dan perkembangannya. Khususnya orang-orang dewasa agar tidak senantiasa melakukan tindakan/perilaku yang menjadi contoh pembentukan identitas pelajar. Karena disadari atau tidak, hal yang dilakukan berulang akan menjadi penguatan (reinforcement) dalam memory.
Pengawasan bukan dengan pendidikan yang otoriter, tekstual dan disiplin yang berlebihan. Tapi bagaimana orang dewasa mampu menjadi sahabat bagi pelajar dan mengenali dunianya. Karena dalam fase pencarian jati diri (identitas diri), kelompok-kelompok pergaulan sebaya lebih kuat ikatan komitmen dan loyalitas daripada ikatan formal (instansi keluarga atau sekolah).
Pelajar bukan sebagai objek kebijakan atau siklus kehidupan yang didominasi orang dewasa, ajak mereka menjadi bagian yang perlu disadarkan dan menyadarkan (peer-education). Hal ini bisa dilakukan salah satunya melalui sistem pendidikan (formal, informal maupun non-formal) yang mengutamakan proses pendewasaan, pemanusiaan manusia, serta membuka ruang dialogis-partisipatoris. Karena apabila konsep diri telah matang terbentuk fungsi super-ego akan mamapu berjalan menjadi dewan pertimbangan ego untuk melakukan eksekusi sikap/perilaku.
Setiap manusia memiliki akal dan hati dalam menggerakkan tubuhnya, sehingga melekat pada diri masing-masing individu hak menentukan pilihan bersikap. Dan pilihan itu semua memiliki latar belakang dan alasan (hukum kausalitas). Sehingga yang menjadi “PR” bersama bagaimana agar pilihan tersebut sesuai dengan term, hak individu tanpa mencerabut sisi-sisi kemanusiaan (human right) dan hak manusia lainnya.
Sudah saatnya pelajar pun perlu dimengerti, dan pelajar pun harus bangkit dan menyadari bahwa merekalah yang akan mampu merubah bangsa dan dunia ini.
PERJUANGAN PELAJAR TIDAK AKAN BERAKHIR!

http://www.muhammadiyah.or.id/id/artikel-tawuran-pelajar--menyibak-ruang-yang-terlupakan-detail-292.html

Senin, 26 November 2012

tugas 4 (foto realitas sosial)



Gambar 1
 
 
Gambar 2
Keterangan :
Gambar 1 memperlihatkan masa masa sekolah yang indah
Gambar 2 disaat orang orang seusia kita giat belajar untuk masa depan gambar 2 harus menghadapi kenyataan tak bias bersekolah karena kurang biaya.

Gambar 3

Gambar 4
Keterangan :  
Gambar 3 memperlihatkan betapa susahnya mencari uang untuk sesuap nasi
Gambar 4 saat gambar 3 mencari uang itu susah, gambar 4 memeprlihatkan betapa mudahnya mengeluarkan uang tanpa merasakan betapa susahnya mencari uang